Pencapaian pertumbuhan ekonomi tersebut tentunya tidak terlepas
dari berbagai upaya yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia. Mengingat
hingga saat ini Indonesia masih bergantung pada impor barang modal,
perekonomian nasional membutuhkan kesinambungan pasokan valas.
Pasokan valuta asing di pasar domestik saat ini sebagian besar
berasal dari dana asing dalam bentuk investasi portofolio, yaitu berupa
pembelian saham perusahaan lokal, Surat Berharga Negara, atau Sertifikat Bank
Indonesia (SBI). Aliran modal asing dalam investasi portofolio ini bersifat
jangka pendek (hot
money) dan rentan terhadap risiko pembalikan (sudden capital reversal).
Sumber dana lain yang sifatnya lebih stabil (sustainable)
dapat berasal dari Devisa Hasil Ekspor (DHE) atau Devisa Utang Luar Negeri
(DULN). Namun demikian, dalam pelaksanaannya, tidak seluruh DHE masuk ke dalam
negeri. Hal ini mengakibatkan pasar valas domestik secara struktural mengalami
kekurangan pasokan, inilah yang dipenuhi oleh aliran modal asing jangka
pendek.
Pada 2011, jumlah DHE yang disimpan di luar negeri diperkirakan
mencapai US$29 Miliar. Jumlah tersebut lebih dari cukup untuk menggantikan
sumber dana pembangunan yang berasal dari ‘uang panas’ sebesar US$16 Miliar
pada 2010, dan menyusut menjadi US$6 Miliar pada 2011.
Atas dasar itulah Bank Indonesia pada September 2011
mengeluarkan aturan yang dapat memastikan penerimaan DHE melalui perbankan
Indonesia dalam bentuk Peraturan Bank Indonesia Nomor 13/20/PBI/2011 tentang
Penerimaan Devisa Hasil Ekspor (DHE) dan Penarikan Devisa Utang Luar Negeri
(DULN) berlaku pada tanggal 2 Januari 2012.
Kebijakan tersebut tetap berlandaskan pada sistem devisa bebas
yang berlaku selama ini (UU Nomor 24 Tahun 1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan
Sistem Nilai Tukar), yaitu setiap penduduk dapat dengan bebas memiliki dan
menggunakan devisa. Secara garis besar, aturan ini mewajibkan seluruh DHE
diterima melalui bank devisa dalam negeri paling lambat 90 hari setelah tanggal
Pemberitahuan Ekspor Barang (PEB).
Namun untuk ekspor 2012 diberi kelonggaran batas waktu
penerimaan DHE sampai dengan enam bulan setelah tanggal PEB. Sejalan dengan
prinsip kebebasan kepemilikan dan penggunaan devisa, tidak ada kewajiban bagi
eksportir untuk menyimpan DHE di bank dalam jangka waktu tertentu dan
mengkonversi valas DHE ke mata uang rupiah.
Banyak manfaat yang akan dipetik dari penerapan kebijakan ini.
Penempatan DHE melalui perbankan di Indonesia dapat memberikan kontribusi yang
optimal secara nasional karena dapat memperkuat stabilitas makroekonomi dan
meningkatkan sumber pembiayaan ekonomi yang stabil. Adanya kebijakan DHE ini
juga mendukung kebijakan perpajakan terkait dengan restitusi pajak serta
diharapkan dapat meningkatkan kualitas statistik ekspor dan monitoringpasokan
valas.
Masuknya DHE ke perbankan nasional akan meningkatkan
kesinambungan pasokan valas domestik dan mengurangi ketergantungan pada dana
asing berjangka pendek sehingga memperkuat stabilitas nilai tukar dan ketahanan
eksternal Indonesia.
Nilai tukar yang stabil mengurangi dampak imported inflation
yang dapat mengganggu upaya pencapaian stabilitas harga (inflasi). Lebih jauh,
aliran DHE ke perbankan Indonesia juga diharapkan menjadi sumber dana yang
dimanfaatkan oleh perbankan, mengaktifkan pasar valas di dalam negeri, dan
mendorong pelaku pasar keuangan menciptakan pasar keuangan yang lebih sehat.
Indonesia bukan satu-satunya negara di dunia yang mewajibkan
eksportir memasukkan DHE-nya. Di regional ASEAN, Malaysia mewajibkan
hasil ekspor dibawa masuk ke perbankan domestik paling lambat 6 bulan setelah
tanggal ekspor.
Di Thailand, devisa wajib dibawa masuk ke perbankan domestik
paling lambat 1 tahun setelah tanggal transaksi ekspor dan utang luar negeri.
Sementara di Filipina, penarikan utang luar negeri untuk kegiatan domestik
wajib masuk dan dikonversi ke peso.
Di antara negara-negara emerging market,
India mewajibkan hasil ekspor masuk paling lambat 1 tahun setelah tanggal
ekspor dan wajib dikonversi ke mata uang lokal. Selain itu, Brazil tidak
mewajibkan masuknya hasil ekspor dan utang luar negeri, namun bila masuk ke
perbankan nasional wajib dikonversi ke mata uang domestik.
Sambil terus berupaya mengurangi ketergantungan kita pada impor,
kita berharap banyak pada DHE untuk masuk menjadi sumber dana bagi pembiayaan
pembangunan