Npm : 20212901
Kelas : 4eb12
Tanggung Jawab Sosial (Coorporate Social Responsibility)
Corporate
Social Responsibility (CSR) adalah suatu konsep bahwa organisasi,
khususnya (namun bukan hanya) perusahaanadalah
memiliki berbagai bentuk tanggung jawab terhadap seluruh pemangku
kepentingannya, yang di antaranya adalah konsumen, karyawan, pemegang
saham, komunitasdan lingkungan dalam
segala aspek operasional perusahaan yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan
lingkungan. Oleh karena itu, CSR berhubungan erat dengan "pembangunan berkelanjutan", yakni
suatu organisasi, terutama perusahaan, dalam melaksanakan aktivitasnya harus
mendasarkan keputusannya tidak semata berdasarkan dampaknya dalam aspek ekonomi,
misalnya tingkat keuntungan atau deviden,
tetapi juga harus menimbang dampak sosial dan lingkungan yang timbul dari
keputusannya itu, baik untuk jangka pendek maupun untuk jangka yang lebih
panjang. Dengan pengertian tersebut, CSR dapat dikatakan sebagai kontribusi
perusahaan terhadap tujuan pembangunan berkelanjutan dengan cara manajemen
dampak (minimisasi dampak negatif dan maksimisasi dampak positif) terhadap
seluruh pemangku kepentingannya
Teori
Triple Bottom Line
Dewasa
ini konsep CSR semakin berkembang, dan dengan berkembangnya konsep CSR tersebut
maka banyak teori yang muncul yang diungkapkan mengenai CSR ini. Salah satu
yang terkenal adalah teori triple bottom line dimana teori ini memberi
pandangan bahwa jika sebuah perusahaan ingin mempertahankan kelangsungan
hidupnya, maka perusahaan tersebut harus memperhatikan “3P”. Selain mengejar
keuntungan (profit), perusahaan juga harus memperhatikan dan terlibat pada
pemenuhan kesejahteraan masyarakat (people) dan turut berkontribusi aktif dalam
menjaga kelestarian lingkungan (planet) (Yusuf wibisono, 2007).
a.
Profit (Keuntungan)
Profit
atau keuntungan menjadi tujuan utama dan terpenting dalam setiap kegiatan
usaha. Tidak heran bila fokus utama dari seluruh kegiatan dalam perusahaan
adalah mengejar profit dan mendongkrak harga saham setinggi-tingginya. karena
inilah bentuk tanggung jawab ekonomi yang paling esensial terhadap pemegang
saham. Aktivitas yang dapat ditempuh untuk mendongkrak profit antara lain
dengan meningkatkan produktivitas dan melakukan efiisensi biaya.Peningkatan
produktivitas bisa diperoleh dengan memperbaiki manajemen kerja mulai
penyederhanaan proses, mengurangi aktivitas yang tidak efisien, menghemat waktu
proses dan pelayanan. Sedangkan efisiensi biaya dapat tercapai jika perusahaan
menggunakan material sehemat mungkin dan memangkas biaya serendah mungkin
(Yusuf wibisono, 2007).
b.
People (Masyarakat Pemangku Kepentingan)
People
atau masyarakat merupakan stakeholders yang sangat penting bagi perusahaan,
karena dukungan masyarakat sangat diperlukan bagi keberadaan, kelangsungan
hidup, dan perkembangan perusahaan. Maka dari itu perusahaan perlu berkomitmen
untuk berupaya memberikan manfaat sebesar-besarnya kepada masyarakat. Dan perlu
juga disadari bahwa operasi perusahaan berpotensi memberi dampak kepada
masyarakat. Karena itu perusahaan perlu untuk melakukan berbagai kegiatan yang
dapat menyentuh kebutuhan masyarakat (Yusuf wibisono, 2007).
c.
Planet (Lingkungan)
Planet
atau Lingkungan adalah sesuatu yang terkait dengan seluruh bidang dalam
kehidupan manusia. Karena semua kegiatan yang dilakukan oleh manusia sebagai
makhluk hidup selalu berkaitan dengan lingkungan misalnya air yang diminum,
udara yang dihirup dan seluruh peralatan yang digunakan, semuanya berasal dari
lingkungan. Namun sebagaian besar dari manusia masih kurang peduli terhadap
lingkungan sekitar. Hal ini disebabkan karena tidak ada keuntungan langsung
yang bisa diambil didalamnya.
Karena
keuntungan merupakan inti dari dunia bisnis dan itu merupakan hal yang wajar.
Maka, manusia sebagai pelaku industri hanya mementingkan bagaimana menghasilkan
uang sebanyak-banyaknya tanpa melakukan upaya apapun untuk melestarikan
lingkungan. Padahal dengan melestarikan lingkungan, manusia justru akan memperoleh
keuntungan yang lebih, terutama dari sisi kesehatan, kenyamanan, di samping
ketersediaan sumber daya yang lebih terjamin kelangsungannya (Yusuf wibisono,
2007).
walaupun
sadar akan pentingnya CSR, peusahaan mengimplementasikan CSR dengan menggunakan
metode yang berbeda-beda. Implementasi yang dilakukan dengan menggunakan model
charity atau pemberdayaan. Perusahaan yang menggunakan model charity hanya
berpatok sekadar menghabiskan anggaran dan menafikkan kebutuhan masyarakat.
Model charity mendapat kritikan karena model tersebut hanya menjadi candu bagi
masyarakat dan membuat masyarakat tergantung serta tidak berdaya.
Skala dan sifat keuntungan dari CSR untuk
suatu organisasi dapat berbeda-beda tergantung dari sifat perusahaan tersebut.
Banyak pihak berpendapat bahwa amat sulit untuk mengukur kinerja CSR, walaupun
sesungguhnya cukup banyak literatur yang memuat tentang cara mengukurnya.
Literatur tersebut misalnya metode "Empat belas poinbalanced scorecard oleh Deming. Literatur lain
misalnya Orlizty, Schmidt, dan Rynes[3] yang
menemukan suatu korelasi positif walaupun lemah antara kinerja sosial dan
lingkungan hidup dengan kinerja keuangan perusahaan. Kebanyakan penelitian yang
mengaitkan antara kinerja CSR (corporate social performance) dengan
kinerja finansial perusahaan (corporate financial performance) memang
menunjukkan kecenderungan positif, namun kesepakatan mengenai bagaimana CSR
diukur belumlah lagi tercapai. Mungkin, kesepakatan para pemangku kepentingan
global yang mendefinisikan berbagai subjek inti (core subject) dalam ISO 26000 "Guidance
on Social Responsibility"—direncanakan terbit pada September 2010—akan
lebih memudahkan perusahaan untuk menurunkan isu-isu di setiap subjek inti
dalam standar tersebut menjadi alat ukur keberhasilan CSR.
Hasil Survey "The Millenium Poll on
CSR" (1999) yang dilakukan oleh Environics International (Toronto),
Conference Board (New York) dan Prince of Wales Business Leader Forum (London)
di antara 25.000 responden dari 23 negara menunjukkan bahwa dalam membentuk
opini tentang perusahaan, 60% mengatakan bahwa etika bisnis, praktik terhadap
karyawan, dampak terhadap lingkungan, yang merupakan bagian dari tanggung jawab
sosial perusahaan (CSR) akan paling berperan. Sedangkan bagi 40% lainnya, citra
perusahaan & brand image-lah yang akan paling memengaruhi kesan
mereka. Hanya 1/3 yang mendasari opininya atas faktor-faktor bisnis fundamental
seperti faktor finansial, ukuran perusahaan,strategi perusahaan, atau
manajemen.
Lebih lanjut, sikap konsumen terhadap
perusahaan yang dinilai tidak melakukan CSR adalah ingin "menghukum"
(40%) dan 50% tidak akan membeli produk dari perusahaan yang bersangkutan
dan/atau bicara kepada orang lain tentang kekurangan perusahaan tersebut.
Secara umum, alasan terkait bisnis untuk
melaksanakan biasanya berkisar satu ataupun lebih dari argumentasi di bawah
ini:
Sumberdaya
manusia
Program CSR dapat berwujud rekruitmen tenaga
kerja dan mempekerjakan masyarakat sekitar. Lebih jauh lagi CSR dapat
dipergunakan untuk menarik perhatian para calon pelamar pekerjaan [5],
terutama sekali dengan adanya persaingan kerja di antara para lulusan. Akan
terjadi peningkatan kemungkinan untuk ditanyakannya kebijakan CSR perusahaan,
terutama pada saat perusahaan merekruit tenaga kerja dari lulusan terbaik yang
memiliki kesadaran sosial dan lingkungan. Dengan memiliki suatu kebijakan
komprehensif atas kinerja sosial dan lingkungan, perusahaan akan bisa menarik
calon-calon pekerja yang memiliki nilai-nilai progresif. CSR dapat juga
digunakan untuk membentuk suatu atmosfer kerja yang nyaman di antara para staf,
terutama apabila mereka dapat dilibatkan dalam kegiatan-kegiatan yang mereka
percayai bisa mendatangkan manfaat bagi masyarakat luas, baik itu bentuknya
"penyisihan gaji", "penggalangan dana" ataupun
kesukarelawanan (volunteering) dalam bekerja untuk masyarakat.
Manajemen
risiko
Manajemen
risiko merupakan salah satu hal paling penting dari strategi
perusahaan. Reputasi yang dibentuk dengan susah payah selama
bertahun-tahun dapat musnah dalam sekejap melalui insiden seperti skandal korupsi atau
tuduhan melakukan perusakan lingkungan
hidup. Kejadian-kejadian seperti itu dapat menarik perhatian yang
tidak diinginkan dari penguasa, pengadilan, pemerintah dan media massa.
Membentuk suatu budaya kerja yang "mengerjakan sesuatu dengan benar",
baik itu terkait dengan aspek tata kelola perusahaan, sosial, maupun
lingkungan—yang semuanya merupakan komponen CSR—pada perusahaan dapat
mengurangi risiko terjadinya hal-hal negatif tersebut..
Membedakan
merek
Di tengah hiruk pikuknya pasar maka perusahaan
berupaya keras untuk membuat suatu cara penjualan yang unik sehingga dapat
membedakan produknya dari para pesaingnya di benak konsumen. CSR dapat berperan
untuk menciptakan loyalitas konsumen atas dasar nilai khusus dari etika
perusahaan yang juga merupakan nilai yang dianut masyarakat.. Menurut Philip
Kotler dan Nancy Lee, setidaknya ada dua jenis kegiatan CSR yang bisa
mendatangkan keuntungan terhadap merek, yaitu corporate social
marketing (CSM) dan cause related marketing (CRM).
Pada CSM, perusahaan memilih satu atau beberapa isu—biasanya yang terkait
dengan produknya—yang bisa disokong penyebarluasannya di masyarakat, misalnya
melalui media campaign. Dengan terus menerus mendukung isu tersebut,
maka lama kelamaan konsumen akan mengenali perusahaan tersebut sebagai
perusahaan yang memiliki kepedulian pada isu itu. Segmen tertentu dari
masyarakat kemudian akan melakukan pembelian produk perusahaan itu dengan
pertimbangan kesamaan perhatian atas isu tersebut. CRM bersifat lebih langsung.
Perusahaan menyatakan akan menyumbangkan sejumlah dana tertentu untuk membantu
memecahkan masalah sosial atau lingkungan dengan mengaitkannya dengan hasil
penjualan produk tertentu atau keuntungan yang mereka peroleh. Biasanya berupa
pernyataan rupiah per produk terjual atau proporsi tertentu dari penjualan atau
keuntungan. Dengan demikian, segmen konsumen yang ingin menyumbang bagi
pemecahan masalah sosial dan atau lingkungan, kemudian tergerak membeli produk
tersebut. Mereka merasa bisa berbelanja sekaligus menyumbang. Perusahaan yang
bisa mengkampanyekan CSM dan CRM-nya dengan baik akan mendapati produknya lebih
banyak dibeli orang, selain juga mendapatkan citra sebagai perusahaan yang
peduli pada isu tertentu.
Izin
usaha
Perusahaan selalu berupaya agar menghindari
gangguan dalam usahanya melalui perpajakan atau
peraturan. Dengan melakukan sesuatu 'kebenaran" secara sukarela maka
mereka akan dapat meyakinkan pemerintah dan masyarakat luas bahwa mereka sangat
serius dalam memperhatikan masalah kesehatan dan keselamatan, diskriminasi atau
lingkungan hidup maka dengan demikian mereka dapat menghindari intervensi.
Perusahaan yang membuka usaha di luar negara asalnya dapat memastikan bahwa
mereka diterima dengan baik selaku warga perusahaan yang baik dengan
memperhatikan kesejahteraan tenaga kerja dan akibat terhadap lingkungan hidup,
sehingga dengan demikian keuntungan yang menyolok dan gaji dewan direksinya
yang sangat tinggi tidak dipersoalkan.
Motif
perselisihan bisnis
Kritik atas CSR akan menyebabkan suatu alasan
yang, pada akhirnya, bisnis perusahaan dipersalahkan. Contohnya, ada
kepercayaan bahwa program CSR seringkali dilakukan sebagai suatu upaya untuk
mengalihkan perhatian masyarakat atas masalah etika dari bisnis utama
perseroan.
Dalam Tekla (2014) pengungkapan CSR (Corporate Social
Responsibility) atau disebut juga dengan tanggung jawab sosial merupakan
pengungkapan informasi CSR yang terdapat pada laporan tahunan perusahaan.
Instrumen pengungkapan Corporate Social Responsibility menggunakan suatu daftar
pengungkapan tanggung jawab sosial yang dijabarkan ke dalam 78 item
pengungkapan yang telah disesuaikan dengan kondisi yang ada di Indonesia sesuai
dengan peraturan yang berlaku. 78 item tersebut dikelompokkan kedalam 7
kategori antara lain lingkungan, energi, kesehatan dan keselamatan tenaga
kerja, lain-lain tentang tenaga kerja, produk, keterlibatan masyarakat, dan
umum.
Perhitungan untuk pengungkapan tanggung jawab sosial
perusahaan adalah Pendekatan untuk menghitung pengungkapan tanggung jawab
sosial pada dasarnya menggunakan pendekatan dikotomi dengan menggunakan
variabel dummy, yaitu:
Score
0 : jika
perusahaan tidak mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.
Score
1 : jika
perusahaan mengungkapkan item pada daftar pertanyaan.
Nurdizal M. Rachman. Asep Efendi. & Emir Wicaksana. 2011.
PANDUAN Perencanaan CSR. Depok: Penerbit Swadaya.
http://pustakabakul.blogspot.co.id/2013/04/teori-triple-bottom-line.html